REFLEKSI TUGAS RELIGIOSITAS
Merupakan suatu pengalaman baru yang sangat berharga bagi saya untuk dapat berbincang-bincang dengan seorang tukang minyak yang notabene kehadirannya banyak dipandang sebelah mata. Melihat kesehariannya yang kelihatannya melelahkan, saya sadar tentang bagaimana susahnya mencari uang. Betapa besar kerja kerasnya sebagai seorang kepala keluarga berjualan mendorong gerobak yang berisikan beberapa dirigen minyak untuk dijual kepada orang-orang di kompleks perumahan Taman Aries (Kebon Jeruk). Mungkin bagi banyak orang pekerjaan itu terlihat biasa saja, tetapi jika ditelusuri lebih jauh pekerjaannya tidaklah semudah yang kita bayangkan.
Berjalan di tengah terik matahari. Melawan panasnya matahari. Kemanakah ia harus berlindung dari panas atau hujan yang bisa saja tiba-tiba datang mengguyur? Tubuhnya sudah tidak sekuat orang-orang pada umumnya. Wajahnya yang cukup tua itu menggambarkan perjuangannya berjualan minyak sejak tahun 1985. Lalu, bagaimana jika harga minyak di semua agen naik dan produksi minyak menurun? Darimana ia akan mendapatkan uang yang cukup untuk membiayai keluarganya? Satu hal yang membuat saya kagum adalah kegigihannya untuk menafkahi seluruh anggota keluarganya dan perjuangannya merantau sampai ke Jakarta hanya untuk mencari penghasilan yang lebih untuk keluarganya.
Biarpun keuntungan yang diperoleh tidaklah terlalu banyak, tetapi ia mengatakan bahwa pekerjaan itu cukup membuatnya nyaman dan selama pekerjaan itu masih dapat memenuhi kebutuhan keluarganya, ia akan tetap bekerja sebagai tukang minyak. Tidak banyak penjual yang selalu terlihat sumringah saat berjualan, apalagi harus berkeliling sambil mendorong gerobak. Tetapi, Bapak itu kelihatan ceria saja dengan kumis yang sudah mulai memutih. Malah, dengan senang hati ia menyempatkan diri menerima ajakan kami untuk berbincang-bincang sebentar. Kami memang tidak memberikan terlalu banyak pertanyaan untuk mengorek lebih jauh tentang kehidupannya, tetapi dari sedikit pertanyaan dan jawaban yang diberikannya, saya dapat mengambil kesimpulan bahwa ia tetap selalu bersyukur dengan apa yang masih dapat ia jalani dan ia terima saat ini.
Menghidupi 4 anak bukanlah hal yang mudah. Berangkat dari pekerjaan sebagai tukang becak, karena adanya aturan pemerintah yang melarang becak beroperasi lagi, beliau pun beralih ke pekerjaan sebagai tukang minyak ini. Sepertinya kelihatan mustahil bagi seorang pedangang minyak keliling untuk dapat menghidupi keluarga dengan 4 orang anak, bahkan menyekolahkan mereka sampai tingkatan tertentu. Tetapi itulah kenyataannya, Bapak Rail menjalani semua itu. Dan sekarang 2 anak tertuanya sudah bekerja. Tentunya ia dapat tersenyum bahagia melihat anak yang sudah ia didik bertahun-tahun lamanya itu sekarang sudah dapat menafkahi dirinya sendiri.
Tuhan memang menciptakan keadaan sosial di dunia ini tidak merata. Kiranya itu dimaksudkan agar yang lebih berkecukupan dapat membantu yang berkekurangan. Tuhan menghendaki semuanya bersama-sama saling membantu dalam kehidupan ini. Tugas ini telah membangkitkan kepedulian saya kepada orang-orang seperti itu, yang membutuhkan bantuan orang lain. Tak bisa dibayangkan jika Bapak Rail adalah ayah saya. Apakah saya akan bisa hidup secara sederhana tanpa mengajukan banyak tuntutan? Mungkin untuk sementara ini saya akan menjawab “tidak”, tetapi seiring waktu berjalan dan saya akan bertumbuh dewasa, di masa itulah saya akan menjawab “ya, saya siap”. Semuanya bisa dimulai dari sekarang. Dengan mulai peduli kepada sesama tanpa memandang status sosial, tentunya itu akan membangkitkan semangat persaudaraan kita dan akan memperkaya diri kita satu dengan yang lain. Sadarilah bahwa Tuhan menginginkan kita hidup dengan damai diantara perbedaan itu. Perbedaan bukanlah jurang bagi kehidupan tetapi tali yang mengeratkan satu dengan yang lainnya.
Maka marilah kita bangun persaudaraan yang sejati satu dengan yang lain dengan memulai dari hal kecil, yaitu peduli kepada sesama yang berkekurangan. Belajar dari mereka tentang “kemiskinan” merupakan sesuatu yang sangat berharga dan membuat mata kita terbuka.
Tania Olga / X6-29
No comments:
Post a Comment