Hasil Wawancara
Ibu Poniem : Sebuah Perjuangan Hidup
Kami mewawancarai seorang pembantu rumah tangga, Ibu Poniem yang akrab dipanggil Ibu Iyem. Beliau sudah berumur 60 tahun, namun masih terlihat muda dan segar. Beliau tidak tahu persis kapan dan dimana dilahirkan, sebab ibunya meninggal ketika melahirkan beliau dan kemungkinan besar, beliau dijual oleh ayahnya ketika masih bayi. Kemudian beliau diangkat dan diasuh oleh seorang ibu di daerah Klaten. Karena tidak memiliki orang tua, Ibu Iyem tidak pernah sekolah sehingga Ibu Iyem tidak dapat membaca dan menulis.
Ibu mulai bekerja sejak tahun tahun 1970, ketika itu beliau pergi meninggalkan Yogyakarta dan merantau ke Jakarta untuk mencari pekerjaan. Karena tidak memiliki keahlian apa-apa, Beliau berkerja menjadi pembantu rumah tangga.
Ibu Iyem pernah menikah dengan seorang pria Betawi dan di karuniai 3 orang anak, namun anak pertama dan anak ketiga meninggal karena sakit parah. Beliau ditinggalkan oleh suaminya 15 tahun yang lalu, pada waktu itu setiap hari Ibu Iyem disiksa dan sering dipukuli oleh suaminya, Ibu Iyem tidak bisa berbuat apa-apa, suaminya meninggalkan dia berserta anak ke-2nya. Sejak saat itu, Ibu Iyem harus berjuang melawan kesedihannya dan bekerja untuk menghidupi dirinya dan anak keduanya. Ibu Iyem mulai kembali bekerja di Jl. Minangkabau, rumah seorang dokter anak, dr. Syamsudin. Di tempat ini, beliau bekerja selama 3 tahun. Kemudian Ibu Iyem pindah bekerja di Tebet Timur, juga selama tiga tahun. Setelah itu, beliau bekerja di sebuah restoran Soto Betawi di daerah Pasar Rumput selama 4 tahun. Dan sekarang, beliau bekerja didua tempat. Pada pagi hari, jam 7 pagi sampai jam 12 siang, beliau bekerja di rumah orang Pakistan di Jl. Sindoro. Kemudian jam 1 sampai jam 3 siang, beliau bekerja di Jl. Tangkuban. Setelah semua pekerjaannya selesai, beliau pulang ke rumah kontrakannya yang ia tinggali bersama anak dan mertua di daerah Pasar Rumput.
Di rumah, beliau bebenah dan memasak untuk keluarganya. Dan terkadang, ada tetangga atau masyarakat sekitar yang menitipkan cucian baju atau seprai kepadanya dengan imbalan Rp 20.000-Rp30.000 .Dengan pendapatan yang pas-pasan, Ibu Iyem tidak pernah mengeluh dan tidak pernah merasa bahwa hidupnya susah. Ia selalu bersyukur karena ia sudah diberkati oleh Allah dengan tubuh yang sehat. Ia juga bersyukur atas kebaikan masyarakat sekitar yang sering memberinya bantuan berupa uang tunai, sembako, dll. Beliau juga tidak pernah merasa iri dengan orang lain yang memiliki kehidupan yang lebih baik darinya.
Dengan penghasilan Ibu Iyem hanya Rp 600.000 rupiah tiap bulan dan ditambah dengan pekerjaan sampingan, Ibu Iyem harus membayar kontrakan rumah sebesar Rp 400.000 per bulan, belum lagi biaya listrik, air PAM, dan biaya makan untuk beliau ,anaknya dan ibu mertuanya. Dengan penghasilannya yang pas-pasan, Ibu Iyem tidak pernah mengemis-ngemis untuk meminta bantuan orang lain dan terkadang ia hanya makan seadanya (tidak selalu makan 3 kali sehari).
Putra kedua ibu Iyem yang bernama Ponidar yang sekarang berumur 25 tahun baru lulus SMEA.. Sejak umur 17 tahun,Ponidar sekolah sambil bekerja. Ia mulai berkerja di sebuah bengkel mobil, ia lakukan setelah pulang dari sekolah, Ponidar juga mendapatkan beasiswa selama masa pendidikannya. Sekarang ini,sambil bekerja sebagai cleaning service, dia aktif di partai demokrat sebagai ketua ranting.
Ibu Iyem berusaha untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari dengan hidup sederhana. dan berbuat baik kepada orang lain, ia mempunyai motto “Orang sabar di sayang Tuhan !”.Ibu Iyem memiliki Iman yang begitu kuat dan dia percaya asal dia mau bekerja keras dan bersyukur, Insya Allah, hidupnya akan berkecukupan. Orang-orang banyak yang memberi bantuan kepada dia sekalipun hanya sebungkus Indomie atau 5 liter beras. Dalam 1 bulan, ia hanya memakai 5 liter beras. Bagi dia berkah dari Tuhan itu selalu mengalir dalam kehidupan dia, maka dari itu, Ibu Iyem selalu tampak gembira dan tidak pernah takut, yang penting ibu Iyem selalu berdoa pada Allah. Ia sangat taat pada agamanya, pada bulan puasa, ia menjalankan kewajibannya sebagai umat muslim. Ia selalu full dalam menjalankan puasa.
Dalam pengalaman bekerja Ibu Iyem selama ini, ada majikan yang pelit, ada juga yang bawel, tapi juga ada majikan yang baik. Majikan yang berkesan dan yang dianggap paling baik oleh Ibu Iyem yaitu di jalan Tebet.
Ibu Poniem : Sebuah Perjuangan Hidup
Kami mewawancarai seorang pembantu rumah tangga, Ibu Poniem yang akrab dipanggil Ibu Iyem. Beliau sudah berumur 60 tahun, namun masih terlihat muda dan segar. Beliau tidak tahu persis kapan dan dimana dilahirkan, sebab ibunya meninggal ketika melahirkan beliau dan kemungkinan besar, beliau dijual oleh ayahnya ketika masih bayi. Kemudian beliau diangkat dan diasuh oleh seorang ibu di daerah Klaten. Karena tidak memiliki orang tua, Ibu Iyem tidak pernah sekolah sehingga Ibu Iyem tidak dapat membaca dan menulis.
Ibu mulai bekerja sejak tahun tahun 1970, ketika itu beliau pergi meninggalkan Yogyakarta dan merantau ke Jakarta untuk mencari pekerjaan. Karena tidak memiliki keahlian apa-apa, Beliau berkerja menjadi pembantu rumah tangga.
Ibu Iyem pernah menikah dengan seorang pria Betawi dan di karuniai 3 orang anak, namun anak pertama dan anak ketiga meninggal karena sakit parah. Beliau ditinggalkan oleh suaminya 15 tahun yang lalu, pada waktu itu setiap hari Ibu Iyem disiksa dan sering dipukuli oleh suaminya, Ibu Iyem tidak bisa berbuat apa-apa, suaminya meninggalkan dia berserta anak ke-2nya. Sejak saat itu, Ibu Iyem harus berjuang melawan kesedihannya dan bekerja untuk menghidupi dirinya dan anak keduanya. Ibu Iyem mulai kembali bekerja di Jl. Minangkabau, rumah seorang dokter anak, dr. Syamsudin. Di tempat ini, beliau bekerja selama 3 tahun. Kemudian Ibu Iyem pindah bekerja di Tebet Timur, juga selama tiga tahun. Setelah itu, beliau bekerja di sebuah restoran Soto Betawi di daerah Pasar Rumput selama 4 tahun. Dan sekarang, beliau bekerja didua tempat. Pada pagi hari, jam 7 pagi sampai jam 12 siang, beliau bekerja di rumah orang Pakistan di Jl. Sindoro. Kemudian jam 1 sampai jam 3 siang, beliau bekerja di Jl. Tangkuban. Setelah semua pekerjaannya selesai, beliau pulang ke rumah kontrakannya yang ia tinggali bersama anak dan mertua di daerah Pasar Rumput.
Di rumah, beliau bebenah dan memasak untuk keluarganya. Dan terkadang, ada tetangga atau masyarakat sekitar yang menitipkan cucian baju atau seprai kepadanya dengan imbalan Rp 20.000-Rp30.000 .Dengan pendapatan yang pas-pasan, Ibu Iyem tidak pernah mengeluh dan tidak pernah merasa bahwa hidupnya susah. Ia selalu bersyukur karena ia sudah diberkati oleh Allah dengan tubuh yang sehat. Ia juga bersyukur atas kebaikan masyarakat sekitar yang sering memberinya bantuan berupa uang tunai, sembako, dll. Beliau juga tidak pernah merasa iri dengan orang lain yang memiliki kehidupan yang lebih baik darinya.
Dengan penghasilan Ibu Iyem hanya Rp 600.000 rupiah tiap bulan dan ditambah dengan pekerjaan sampingan, Ibu Iyem harus membayar kontrakan rumah sebesar Rp 400.000 per bulan, belum lagi biaya listrik, air PAM, dan biaya makan untuk beliau ,anaknya dan ibu mertuanya. Dengan penghasilannya yang pas-pasan, Ibu Iyem tidak pernah mengemis-ngemis untuk meminta bantuan orang lain dan terkadang ia hanya makan seadanya (tidak selalu makan 3 kali sehari).
Putra kedua ibu Iyem yang bernama Ponidar yang sekarang berumur 25 tahun baru lulus SMEA.. Sejak umur 17 tahun,Ponidar sekolah sambil bekerja. Ia mulai berkerja di sebuah bengkel mobil, ia lakukan setelah pulang dari sekolah, Ponidar juga mendapatkan beasiswa selama masa pendidikannya. Sekarang ini,sambil bekerja sebagai cleaning service, dia aktif di partai demokrat sebagai ketua ranting.
Ibu Iyem berusaha untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari dengan hidup sederhana. dan berbuat baik kepada orang lain, ia mempunyai motto “Orang sabar di sayang Tuhan !”.Ibu Iyem memiliki Iman yang begitu kuat dan dia percaya asal dia mau bekerja keras dan bersyukur, Insya Allah, hidupnya akan berkecukupan. Orang-orang banyak yang memberi bantuan kepada dia sekalipun hanya sebungkus Indomie atau 5 liter beras. Dalam 1 bulan, ia hanya memakai 5 liter beras. Bagi dia berkah dari Tuhan itu selalu mengalir dalam kehidupan dia, maka dari itu, Ibu Iyem selalu tampak gembira dan tidak pernah takut, yang penting ibu Iyem selalu berdoa pada Allah. Ia sangat taat pada agamanya, pada bulan puasa, ia menjalankan kewajibannya sebagai umat muslim. Ia selalu full dalam menjalankan puasa.
Dalam pengalaman bekerja Ibu Iyem selama ini, ada majikan yang pelit, ada juga yang bawel, tapi juga ada majikan yang baik. Majikan yang berkesan dan yang dianggap paling baik oleh Ibu Iyem yaitu di jalan Tebet.
No comments:
Post a Comment