Hidup Dalam Kesendirian
by : Yosephine Anastasia(x6/31)
Kala semua orang sedang terhenyap dalam mimpinya, kala sang jago belum siap untuk mengepakkan sayap dan mengeluarkan suaranya, seorang lelaki paruh baya sudah memulai aksinya. Dia mengais-ngais sampah dari satu tempat ke tempat lain. Walaupun matahari telah bersinar memanggang tubuhnya, namun tak menyurutkan langkahnya yang lesu untuk tetap berdiri. Tampak dari dari kejauhan raut mukanya menampakkan penderitaan yang tiada henti. Dan kami yakin dialah orang yang pantas untuk kami wawancarai.
Pak Haris, dengan tubuhnya yang tegap mengingatkan saya pada perjuangan hidup yang tetap harus dilalui dengan tegar seburuk apapun itu. Pak Haris yang bekerja dari pukul 3 pagi hingga pukul 1 malam tetap bersemangat menjalani harinya, walaupun ia tahu hanya sedikit uang yang dapat ia peroleh. Setiap hari Pak Haris hanya memperoleh uang Rp 6000,00. Padahal jika dibandingkan dengan Mie Babi di kantin, uang Rp 6000,00 tidak akan cukup untuk menikmati satu mangkoknya. Uang yang diperoleh Pak Haris tak seberapa dengan yang kita dapatkan setiap harinya. Setiap pergi sekolah kita selalu diberi uang saku lebih dari yang didapatkan Pak Haris sehari-hari. Ini yang membuat saya semakin kagum dengan Pak Haris. Dengan uang yang minim dia selalu berusaha untuk memenuhi semua kebutuhannya. Sedangkan kita, kita sering membuang-buang makanan tanpa memperhitungkan perjuangan yang telah dilakukan orang tua untuk mendapatkan makanan tersebut.
Pak Haris hidup sebatang kara di Jakarta, ia tidak memiliki saudara ataupun teman untuk berbagi cerita dengannya. Pak Haris benar-benar sendiri dalam menjalani dunia yang kejam ini. Namun demikian Pak Haris tetap bertahan dengan segala penderitaanya. Tidak seperti kita yang memiliki orang tua dan teman yang selalu melindungi dan memberi kehangatan untuk kita. Orang tua yang selalu memberi petunjuk dikala kita bingung, yang selalu merawat kita hingga kita menjadi dewasa. Serta teman yang membantu kita menemukan karakter kita yang sebenarnya, teman yang dapat menghibur dikala kita sedih dan teman yang selalu memberikan dorongan ketika kita merasa jatuh. Tetapi terkadang kita merasa mereka tidak ada artinya, padahal setiap orang dari mereka sangat penting artinya untuk kita. Bayangkan jika kita seperti Pak Haris yang hidup sendiri, tidak ada orang yang dapat membantu dia, tidak ada orang yang dapat member petunjuk padanya, yang ada hanyalah dia harus mengikuti kata hatinya.
Saat saya melihat Pak Haris jelas tergambar di raut mukanya dia ingin terus berjuang untuk mewujudkan niat tulusnya. Dia ingin sekali membantu orang miskin dan membangun pesantren. Sebagai orang yang serba kekurangan seharusnya Pak Haris hanya memikirkan perutnya dan nasib keluarganya. Tetapi disini Pak Haris menyadarkan saya bahwa kekurangan bukan alasan bagi kita untuk menjadi egois dan tidak memikirkan orang lain. Justru karena kekurangannya tersebut ia bisa merasakan juga penderitaan yang dialami orang miskin lainnya. Coba bandingkan dengan kita, terkadang kita tidak merasa kasihan dengan orang yang nasibnya tidak seberuntung kita, tidak ada dalam benak kita untuk berusaha keras membantu saudara kita yang dililit oleh penderitaan. Bagi kita orang miskin adalah sampah masyarakat, orang yang hanya menyusahkan negara dan merusak pemandangan kota. Seharusnya kita menganggap mereka sebagai seseorang yang patut untuk kita bantu. Akhir kata, Pak Haris telah membantu saya untuk menemukan satu sisi hidup yang tidak saya sadari.
No comments:
Post a Comment