Monday, June 9, 2008

SEMANGAT KAWAN!!


Untuk smua puleners..
DUKUNG PULEN buat clasmeet

Semangat smuanya!!!!

Sunday, May 11, 2008

Doaku...

Tuhan, sebenarnya dari dulu aku merasa tidak beruntung.
Keluarga yang tidak lengkap tanpa ayah, keadaan uang yang buruk, berbagai kejadian dalam kehidupan membuatku berpikir aku tidak beruntung.

Tapi Engkau membuka mataku, membuka mata ku tentang dunia yang tidak pernah kulihat.
Aku beruntung, itu yang kupikirkan.
Aku masih memiliki keluarga yang baik, masih dapat sekolah, masih memiliki rumah, masih dapat makan, dan masih berkecukupan disaat orang lain belum tentu mempunyai semua nya itu.
Terima kasih Tuhan, karena telah menyadarkan ku.

AMIN

Tugas Religiositas

Hana Mathilda
X6-13

Saturday, May 10, 2008

beeeehhh

hei2, jangan biarkan blog in sepi dong! hahahah,, ayo,, ngepost, curahkan isi hati, hahahaa

ULUM nih,, mati,..


maura.21

Wednesday, May 7, 2008

Refleksi Lucy X6-19

Bapak Agus. Seorang pedagang sayur keliling sederhana yang merupakan tamatan SD. Walau demikian, ia tidak kalah dengan banyak lulusan sarjana di Jakarta yang malah menjadi pengangguran dan menjadi beban bagi orangtua mereka. Semangat Pak agus membuat saya kagum, apalagi semangat bekerjannya.Usianya sebenaranya masih belum terlalu tua yaitu 35 tahun, namun apa boleh buat. Jakarta merupakan kota keras di mana kesempatan emas masih langka. Pak Agus hanya bisa berjuang seadanya dengan sabar. Namun, entah dengan pengaturan uang yang bagaimana, ia sanggup menghidupi istri dan 2 orang anaknya. Hal ini juga merupakan salah satu pertanyaan bagi saya. Namun menurut saya, Pak Agus memang cerdik dengan memilih berjualan sayuran agar apabila tidak laku, sisa berjualan masih dapat digunakan di rumahnya sebagai bahan pangan keluarganya.

Setelah aku mengetahui tentang sebagian kecil riwayat Pak Agus dan keluarganya, saya merenung. Dalam sebulan, bahkan kebutuhan hidupku bahkan melebihi berkali-kali lipat dari penghasilan Pak Agus sehari-hari. Hal ini membuatku malu karena walau saya telah hidup dalam berkecukupan, bukannya berterima kasih kepada kedua orang tuaku yang memberikan semua itu, aku malah melawan mereka, dan kadang-kadang, dengan tidak tahu diri aku meminta sesuatu lebih dari seharusnya. Betapa durhakanya aku ini jika dipikir-pikir.

Saya renungi lebih jauh selama ini, saya juga sering menyalahkan Tuhan karena memberikan harta yang berbeda dari teman-teman. Kenapa kepunyaan mereka lebih bagus, sedangkan kepunyaanku sendiri kurasa jelek. Aku memang tidak bijaksana karena yang kupandang dan perhatikan hanya milik orang lain, bukan milikku sendiri. Coba saja aku perhatikan dan aku poles harta pemberian Tuhan padaku, pasti akan jadi harta terindah bagiku sendiri. Hal ini berlaku pula kepada orang lain.

Sejumput Kecil Kisah Pedagang Sayur

Tanya : Pak, maaf, Bapak mau ga diwawancara?

Jawab: uhmmm… boleh aja de… Mau nanya apa?

T : Bapak namanya siapa?

J :Agus.

T :Bapak udah berkeluarga belum?

J :Udah.

T :Istrinya berapa pak? Anak nya?

J :Lho ko ade nanyanya istrinya berapa? Satu lah de…hehehe. Kalo anak ada 2

T :Nama istrinya bapak?

J :Eeee… Sari Umi.

T :Kalau anaknya?

J :Yang pertama perempuan umurnya 11 tahun kelas 5 SD. Yang kedua cowok, umurnya 5 tahun.baru mau masuk TK.

T :Oh… Kalau begitu bapak tinggalnya di mana?

J :Di Cengkareng, Rawa Buaya. Rumahnya ngontrak, De..

T :Bapak uda bekerja sebagai pedangang sayur berapa lama?

J :Uda 2 tahun.

T :Belum terlalu lama juga ya. Oh iya… Bapak asalnya dari mana?

J :Saya dari Jawa, tepatnya si Pekalongan.

T :Kenapa bapak memilih pekerjaan sebagai pedagang sayur keliling?

J :Soalnya saya ga punya keterampilan. Dan saya belum punya pengalaman kerja.

T :Bapak tamatan apa?

J :SD

T :… Oh iya, bapak umur berapa?

J :35 tahun

T :Bapak puas gak dengan pekerjaan ini?

J :Puas-puas aja de.. Banyak untungnya. Misalnya kayak gini… Kalo ga laku masih bias dijual besok. Atau dimasak buat dirumah.

T :Keuntungan sehari-hari Bapak berapa?

J :Kalau rame yaaa 150 ribu, kalau sepi palingan 50 ribu.

T :Ooo gitu. Yang lumayan juga ya. Kalau boleh tanya satu pertanyaan lagi,… harapan bapak kedepan apa?

J :Yaaaa… moga-moga tetep laku de… Biar bisa punya tabungan juga. Anak-anak bisa sekolah sampai selesai dan rumah ga gontrak lagi.

T :Kalau begitu terima kasih ya pak..

J :Sama-sama. Permisi dulu ya de…

-FIN

Tugas Religiositas Hana (X6/13) dan Lucy (X6/19)

Sunday, April 27, 2008

Fina-Rebecca

TRANSCRIPT


F : Mas, cincaunya satu dong.
M : Iya, dek.
F : Mm.. mas, boleh tanya-tanya ngga? Ini buat tugas sekolah saya mas.
M : Boleh. Tanya aja.
F : Bener nih mas? Hehehe.
Mas kerja, jualan cincau, ini sejak kapan mas? Tahun berapa?
M : Tahun 1997.
F : Oh.. Lama juga ya. Kenapa mas milih jadi tukang cincau padahal banyak pekerjaan lain yang bisa dijadiin pekerjaan?
M : Ini dek cincaunya.
F : Oh iya mas. Makasih ya.
M : Iya.
F : Mas, pertanyaan yang tadi belum dijawab mas. Kenapa mas mau jualan cincau?
M : Karena gampang kerjanya.
F : Iya juga ya. Ngomong-ngomong, cincaunya satu lagi deh mas. Oh iya, kalo di gereja ini, sejak kapan mas?
M : Kalo di sini mah dari tahun 2002.
F : Dah lama juga ya mas. Terus, mas udah berkeluarga?
M : Udah.
F : Terus, maaf sebelumnya ya mas. Mm.. Penghasilan dari jualan cincau ini cukup ngga untuk membiayai kebutuhan hidup sehari-hari?
M : Cukup sih untuk sehari-hari kalau dulu. Soalnya kan masih sendiri. Kalau sekarang karena udah punya keluarga, ya dicukup-cukupin. Tapi cukup kok.
F : Oh gitu. Mm.. Maaf lagi nih mas. Mau tanya, sehari kira-kira untungnya berapa ya? Eh mas, tapi kalau ngga mau jawab juga ngga apa-apa kok. Hehe. Boleh ngga mas?
M : Boleh kok.
F : Berapa mas?
M : Kurang lebih 50 ribu.
F : Oh.. Lumayan juga ya.
M : Ini dek cincaunya.
F : Oh iya. Maksih mas. Berapa mas satunya?
M : Dua setengah. (baca : dua ribu lima ratus rupiah)
F : Oh. Jadi goceng (baca : lima ribu rupiah) ya mas. Nih mas.
M : Makasih dek. Ada lagi?
F : Iya mas, masih. Terakhir kok. Hehehe. Apa harapan mas dengan jualan cincau ini? Mau tetep jualan cincau atau yang lain? Kelau ada rejeki lebih mau gimana?
M : Saya sih pengennya tetep jualan ini. Tapi ya biar makin laku lah. Moga-moga aja jadi lebih laku. Ya kalau ada rejeki lebih buat anak, buat istri juga. Saya sih pengennya saya tetep dagang. Kan biar bapaknya dagang tapi anaknya sekolah mesti yang tinggi. Entar anaknya berhasil. Jadi bapaknya dagang tapi entar anaknya jadi bosnya. Gitu dek.
F : Hahahaha. Iya tuh mas. Emang yang paling penting anak. Kan entar mereka yang bakal nerusin. Ya udah deh mas. Gitu aja. Makasih banyak ya mas. Makasih boleh tanya-tanya buat tugas saya. Daagh mas.
NARASI

Di Jakarta, ada banyak sekali golongan sosial yang terdapat di kalangan masyarakat. Kami, fina dan rebecca, telah menyoroti salah satu diantara mereka. Kami mengadakan perbincangan dengan penjual es cincau yang berjualan di depan gereja St. Paskalis setiap hari Minggu. Penjual itu terlihat masih muda. Ia berjualan dari tahun 1997. Namun, ia berjualan di depan gereja St. Paskalis semenjak tahun 2002. Ia sudah berkeluarga. Ia bekerja untuk menafkahi keluarganya tersebut. Penghasilan sehari-hari dari penjualan es cincau dirasa cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Ia memiliki harapan agar anak-anaknya berhasil, walaupun dalam membuat anaknya berhasil dibutuhkan usaha yang besar dari dirinya sebagai pedagang. Sambil berbincang, kami pun membeli es cincau, yang merupakan barang dagangannya.


REFLEKSI

i. Rebecca X6 - 23

Setelah saya dan fina mewawancarai seorang tukang cincau, saya merasa prihatin dengan keadaannya. Ia adalah salah satu orang yang terjebak dalam garis kemiskinan di Indonesia. Ia membiayai seluruh anggota keluarganya dengan penghasilan yang pas-pasan. Namun demikian, saya salut dengannya yang masih ingin terus menekuni pekerjaan tersebut . Ia hanya ingin cincaulnya semakin laku. menurut saya, keadaan ini sangat berlawanan dengan para orang kaya yang berfoya-foya dengan hidup mereka tanpa menggunakan apa yang mereka miliki dengan seharusnya. Sementara tukang cincau yang susah ini terus berjuang karena memang hanya pekerjaan itu yang dapat membantu ia dan keluarganya bertahan hidup.Pelajaran yang dapat saya ambil adalah kita harus tetap berusaha semaksimal mungkin dengan kemampuan yang kita miliki dan menggunakan kemampuan itu dengan sebaik-baiknya, tanpa merugikan orang lain yang juga ingin hidup layak seperti kita.

ii. Fina X6 – 25

Awalnya saya dan becca takut untuk bertanya kepada penjual itu. Maka, sebelum memulai sesi tanya-jawab, saya memesan es cincaunya terlebih dahulu. Setelah itu kami baru mulai bertanya. Ternyata penjual itu sangat ramah dan menjawab semua pertanyaan yang kami ajukan dengan baik. Ia juga tidak marah ataupun tersinggung ketika kami menanyai tentang besarnya penghasilan yang penjual itu dapatkan. Namun, penghasilannya tidak sebanyak yang saya kira sebelumnya. Jika dihitung-hitung, lima puluh ribu memang angka yang cukup banyak untuk penghasilan sehari-hari. Namun, ia harus membiayai istri dan anaknya sekaligus. Dan itu pun jika cincaunya laku dan terjual semua. Saya membayangkan jika suatu hari disaat musim hujan, yang pastinya akan sedikit orang yang membeli es cincau. Saya membandingkan hidup penjual itu dengan hidup saya. Betapa beruntungnya saya, kerena saya masih memiliki orangtua yang bisa memberikan apa yang saya inginkan. Saya cukup malu karena selama ini saya merasa apa yang diberikan oleh orangtua saya masih belum cukup. Ternyata di luar sana masih banyak orang-orang yang memiliki banyak kekurangan. Dan mereka pun harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sedangkan saya untuk mendapatkan uang sangat mudah karena tinggal meminta dari orangtua dan biasanya selalu diberikan. Dengan wawancara ini, saya telah disadarkan. Saya akan lebih bersyukur atas apa yang telah diberikan oleh Tuhan dan semua orang kepada saya, saya tidak akan banyak mengeluh, dan saya juga ingin berjuang dengan semangat pantang menyerah.

Saturday, April 26, 2008

We Should Be Very Thankful

Dengan mendorong gerobak minyak tanahnya, ia berjalan mengelilingi perumahan, mencari pelanggan yang mau membeli minyak tanah. Saat kami bertemu dengannya, kebetulan ia sedang tidak sibuk dan bersedia melayani wawancara kami. Melalui wawancara ini, saya disadarkan bahwa masih banyak orang yang harus berjuang keras untuk mendapatkan sesuap nasi.

Selama ini, saya dikelilingi dengan orang-orang yang juga memiliki kebutuhan yang lebih dari terpenuhi. Mungkin, oleh karena itu pula, saya lupa bahwa masih banyak orang-orang yang berada di bawah garis kemiskinan dan benar-benar berjuang untuk mendapatkan sesuap nasi. Semangat pantang menyerah dan kerja keras yang tinggi benar-benar terpancar dari orang-orang seperti Bapak Rail dan masih banyak lagi.

Hidup memang sebuah misteri. Banyak orang yang bekerja sangat keras, namun hanya mendapat penghasilan yang pas-pasan, sedangkan banyak pula orang yang bekerja malas-malasan, namun mendapat lebih dari yang diperlukan sehingga akhirnya menghambur-hamburkan barang dan material yang dimilikinya. Bila dibandingkan dengan Bapak Rail, saya termasuk golongan orang yang kedua. Sebenarnya, pekerjaan saya sebagai seorang pelajar hanya belajar, itu pun dapat saya lakukan dengan hanya duduk sambil membaca buku di kamar yang dilengkapi AC. Kebutuhan saya pun sudah lebih dari terpenuhi. Saya bisa makan yang enak di mall, yang mungkin merupakan pemborosan karena tersedia pula makanan yang lebih murah di rumah atau warung-warung di pinggir jalan. Sedangkan Bapar Rail, jangankan makan di mall yang ber-AC, ia pun hanya tinggal dengan agennya, yang berarti bahwa ia tidak punya tempat tinggal sendiri di Jakarta ini. Bila ada di posisinya, saya pasti akan merasa tersiksa untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan jumlah uang yang sama dengan penghasilan seorang penjual minyak tanah.

Saya merasa sangat bersyukur dengan keadaan saya saat ini. Saya juga disadarkan bahwa selama ini saya sudah terlalu banyak mengeluh. Bahkan, mungkin Tuhan juga sudah bosan mendengar keluhan dan kepenatan saya menjadi seorang pelajar.

Dengan bercermin pada kehidupan Bapak Rail, saya juga disadarkan untuk memiliki semangat pantang menyerah yang tinggi dalam kehidupan. Semenjak becak digusir, ia lantas langsung mencari pekerjaan lain. Saat ditanya apa yang akan dilakukan bila menjual minyak tanah sudah tidak lagi menguntungkan, jawabannya sangat sederhana, yaitu mencari pekerjaan lain. Sedangkan saya, begitu menerima hasil yang buruk, langsung mengeluh pada Tuhan. Sebenarnya, saya layak bersyukur karena diberikan kesempatan bersekolah di sekolah ternama dan dengan ruang kelas yang ber-AC. Di sisi lain, Bapak Rail hanya mampu menyekolahkan anaknya sampai tingkat SMP. Semoga kita dapat semakin sering bersyukur pada Tuhan karena kehidupan yang kita miliki dengan menyadari bahwa ada sekian banyak orang yang tidak seberuntung kita.