Sunday, April 27, 2008

Fina-Rebecca

TRANSCRIPT


F : Mas, cincaunya satu dong.
M : Iya, dek.
F : Mm.. mas, boleh tanya-tanya ngga? Ini buat tugas sekolah saya mas.
M : Boleh. Tanya aja.
F : Bener nih mas? Hehehe.
Mas kerja, jualan cincau, ini sejak kapan mas? Tahun berapa?
M : Tahun 1997.
F : Oh.. Lama juga ya. Kenapa mas milih jadi tukang cincau padahal banyak pekerjaan lain yang bisa dijadiin pekerjaan?
M : Ini dek cincaunya.
F : Oh iya mas. Makasih ya.
M : Iya.
F : Mas, pertanyaan yang tadi belum dijawab mas. Kenapa mas mau jualan cincau?
M : Karena gampang kerjanya.
F : Iya juga ya. Ngomong-ngomong, cincaunya satu lagi deh mas. Oh iya, kalo di gereja ini, sejak kapan mas?
M : Kalo di sini mah dari tahun 2002.
F : Dah lama juga ya mas. Terus, mas udah berkeluarga?
M : Udah.
F : Terus, maaf sebelumnya ya mas. Mm.. Penghasilan dari jualan cincau ini cukup ngga untuk membiayai kebutuhan hidup sehari-hari?
M : Cukup sih untuk sehari-hari kalau dulu. Soalnya kan masih sendiri. Kalau sekarang karena udah punya keluarga, ya dicukup-cukupin. Tapi cukup kok.
F : Oh gitu. Mm.. Maaf lagi nih mas. Mau tanya, sehari kira-kira untungnya berapa ya? Eh mas, tapi kalau ngga mau jawab juga ngga apa-apa kok. Hehe. Boleh ngga mas?
M : Boleh kok.
F : Berapa mas?
M : Kurang lebih 50 ribu.
F : Oh.. Lumayan juga ya.
M : Ini dek cincaunya.
F : Oh iya. Maksih mas. Berapa mas satunya?
M : Dua setengah. (baca : dua ribu lima ratus rupiah)
F : Oh. Jadi goceng (baca : lima ribu rupiah) ya mas. Nih mas.
M : Makasih dek. Ada lagi?
F : Iya mas, masih. Terakhir kok. Hehehe. Apa harapan mas dengan jualan cincau ini? Mau tetep jualan cincau atau yang lain? Kelau ada rejeki lebih mau gimana?
M : Saya sih pengennya tetep jualan ini. Tapi ya biar makin laku lah. Moga-moga aja jadi lebih laku. Ya kalau ada rejeki lebih buat anak, buat istri juga. Saya sih pengennya saya tetep dagang. Kan biar bapaknya dagang tapi anaknya sekolah mesti yang tinggi. Entar anaknya berhasil. Jadi bapaknya dagang tapi entar anaknya jadi bosnya. Gitu dek.
F : Hahahaha. Iya tuh mas. Emang yang paling penting anak. Kan entar mereka yang bakal nerusin. Ya udah deh mas. Gitu aja. Makasih banyak ya mas. Makasih boleh tanya-tanya buat tugas saya. Daagh mas.
NARASI

Di Jakarta, ada banyak sekali golongan sosial yang terdapat di kalangan masyarakat. Kami, fina dan rebecca, telah menyoroti salah satu diantara mereka. Kami mengadakan perbincangan dengan penjual es cincau yang berjualan di depan gereja St. Paskalis setiap hari Minggu. Penjual itu terlihat masih muda. Ia berjualan dari tahun 1997. Namun, ia berjualan di depan gereja St. Paskalis semenjak tahun 2002. Ia sudah berkeluarga. Ia bekerja untuk menafkahi keluarganya tersebut. Penghasilan sehari-hari dari penjualan es cincau dirasa cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Ia memiliki harapan agar anak-anaknya berhasil, walaupun dalam membuat anaknya berhasil dibutuhkan usaha yang besar dari dirinya sebagai pedagang. Sambil berbincang, kami pun membeli es cincau, yang merupakan barang dagangannya.


REFLEKSI

i. Rebecca X6 - 23

Setelah saya dan fina mewawancarai seorang tukang cincau, saya merasa prihatin dengan keadaannya. Ia adalah salah satu orang yang terjebak dalam garis kemiskinan di Indonesia. Ia membiayai seluruh anggota keluarganya dengan penghasilan yang pas-pasan. Namun demikian, saya salut dengannya yang masih ingin terus menekuni pekerjaan tersebut . Ia hanya ingin cincaulnya semakin laku. menurut saya, keadaan ini sangat berlawanan dengan para orang kaya yang berfoya-foya dengan hidup mereka tanpa menggunakan apa yang mereka miliki dengan seharusnya. Sementara tukang cincau yang susah ini terus berjuang karena memang hanya pekerjaan itu yang dapat membantu ia dan keluarganya bertahan hidup.Pelajaran yang dapat saya ambil adalah kita harus tetap berusaha semaksimal mungkin dengan kemampuan yang kita miliki dan menggunakan kemampuan itu dengan sebaik-baiknya, tanpa merugikan orang lain yang juga ingin hidup layak seperti kita.

ii. Fina X6 – 25

Awalnya saya dan becca takut untuk bertanya kepada penjual itu. Maka, sebelum memulai sesi tanya-jawab, saya memesan es cincaunya terlebih dahulu. Setelah itu kami baru mulai bertanya. Ternyata penjual itu sangat ramah dan menjawab semua pertanyaan yang kami ajukan dengan baik. Ia juga tidak marah ataupun tersinggung ketika kami menanyai tentang besarnya penghasilan yang penjual itu dapatkan. Namun, penghasilannya tidak sebanyak yang saya kira sebelumnya. Jika dihitung-hitung, lima puluh ribu memang angka yang cukup banyak untuk penghasilan sehari-hari. Namun, ia harus membiayai istri dan anaknya sekaligus. Dan itu pun jika cincaunya laku dan terjual semua. Saya membayangkan jika suatu hari disaat musim hujan, yang pastinya akan sedikit orang yang membeli es cincau. Saya membandingkan hidup penjual itu dengan hidup saya. Betapa beruntungnya saya, kerena saya masih memiliki orangtua yang bisa memberikan apa yang saya inginkan. Saya cukup malu karena selama ini saya merasa apa yang diberikan oleh orangtua saya masih belum cukup. Ternyata di luar sana masih banyak orang-orang yang memiliki banyak kekurangan. Dan mereka pun harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sedangkan saya untuk mendapatkan uang sangat mudah karena tinggal meminta dari orangtua dan biasanya selalu diberikan. Dengan wawancara ini, saya telah disadarkan. Saya akan lebih bersyukur atas apa yang telah diberikan oleh Tuhan dan semua orang kepada saya, saya tidak akan banyak mengeluh, dan saya juga ingin berjuang dengan semangat pantang menyerah.

No comments: