Hari Selasa kemarin saya mewawancarai seorang ibu yang biasa duduk-duduk bersandar di kantor pos pusat. Ibu itu bernama Sulastri. Saat pertam didatangi, beliau terlihat capai dan tertidur dip agar. Namun dia pun terbangun dan kami pun minta wawancara dengannya. Saat pertama kali berkenalan saya tahu bahwa hidupnya sangat susah. Ternyata itu adalah kenyataan. Beliau telah ditinggal suaminya yang meninggal dunia 14 tahun yang lalu. Ia pun ditinggalkan beban 3 orang anak. Namun 2 orang anaknya tak lama meninggal. Tinggalah dia membiayai anak satu-satunya. Beliau menceritakan suka dukanya melakukan pekerjaan ini.
Banyak sekali pelajaran yang bisa saya ambil dari beliau walaupun hanya dari wawancara singkat itu. Dengan mendengar cerita beliau saya merasa sangat bersyukur dilahirkan dalam keluarga yang berkecukupan. Saya melihat Ibu Sulastri yang duduk di pinggiran pagar dengan membawa kardus berisikan barang dagangannya dan sekotak biskuit untuk makannya. Ia pun masih bisa tersenyum walaupun penghasilannya sehari hanya 20 ribu rupiah. Sudahkah kita menghargai hidup kita? Sudahkah kita bersyukur dengan apa yang kita peroleh??
Ibu Sulastri walaupun hidup susah, beliau tetap berusaha sekuat tenaga. Beliau tidak putus asa walaupun hidupnya kekurangan. Dari sini dapat dilihat perjuangan seorang janda yang membiayai anaknya sekolah sampai kuliah. Namun dia pun merasa sedih melihat anaknya berhenti kuliah pada semester 5 dan menikah. Sudahkah kita menghargai perjuangan orang tua kita?? Sudahkah kita melakukan yang terbaik bagi mereka ataupun bagi diri kita sendiri??
Namun pelajaran utama yang saya dapatkan adalah untuk belajar sabar. Dalam mengerjakan sesuatu kita harus konsisten. Kita harus tekun dan juga berusaha untuk melakukan yang terbaik. Kita juga harus bersabar menunggu sesuatu janganlah mencari cara-cara cepat namun yang bisa merugikan ataupun menyesatkan kita. Sudahkah kita sabar dalam menjawab tantangan hidup kita saat ini? Ataukah kita hidup hanya untuk melakukan yang enak-enak saja?
Dari tugas wawancara ini sebenarnya kita ingin diberi pelajaran untuk menghargai hidup. Hidup kita, keluarga ataupun orang lain. Hidup merupakan berkat yang tak dapat dijual atapun dibeli. Hidup tidak dapat seenaknya dipermainkan. Hidup adalah kasih terbesar yang telah diberikan Tuhan dan merupakan mukjizat terbesar. Patutkah kita menerima hidup? Itulah pertanyaan yang muncul. Mengapa kita tidak dapat menghargai hidup sedangkan orang yang hidup kekurangan dapat menghargainya? Kita sering menyalahgunakan hidup yang telah diberikan Tuhan. Kita sepatutnya bersyukur akan hidup kita saat ini. Janganlah kamu membenci hidupmu sendiri sehingga meminta kehidupan orang lain. Syukurilah kehidupanmu saat ini karena masih banyak saudara kita yang hidup kekurangan. Lantas hargailah hidupmu sendiri baik miskin-kaya dirimu karena belum tentu orang kaya materi akan kaya batinnya
Catherina Kartika Hapsari X6 - 7
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment