Saturday, April 26, 2008

Dia yang Tak Pernah Mengeluh

Dia yang Tak Pernah Mengeluh


P : Pemulung

R : Risa (24)

Y : Yosephine (31)

Di hari yang panas, matahari telah menunjukkan kekuatannya. Kami bertemu dengan lelaki tua dengan letih mengais-ngais sampah. Ya, dia adalah seorang pemulung. Lalu kami coba mendekatinya dan bertanya sedikit tentang kesehariannya.

Y : Selamat pagi, Pak. Kami dari SMA Santa Ursula mendapat tugas untuk

mewawancarai orang yang kurang mampu. Apa boleh kami mewawancarai Anda?

P : Ya, boleh.

R : Namanya siapa, Pak?

P : Haris.

Y : Tanggal lahirnya kapan, Pak?

P : 9 Desember 1973.

R : Tempat tinggalnya di mana, Pak?

P : Ga punya.

Y : Lho, Bapak tidur di mana?

P : Saya tidur di bawah jembatan pakai koran.

R : Punya anak dan istri, Pak?

P : Punya.

Y : Berapa, Pak?

P : Satu anak, satu istri.

R : Mereka tinggal di mana, Pak? Bareng Bapak juga di kolong jembatan?

P : Nggak. Mereka tinggal di kampung.

Y : Kenapa Bapak nggak tinggal di kampung juga?

P : Saya ingin mengadu nasib di Jakarta.

R : Anak istri Bapak tahu tidak Bapak menjadi pemulung?

P : Nggak.

Y : Lalu mereka tahunya Bapak kerja apa di Jakarta?

P : Jadi kuli bangunan.

R : Kenapa Bapak bilang ke keluarga Bapak kalau Bapak kuli bangunan?

P : Mmm.. Supaya mereka ga khawatir dengan keadaan saya di Jakarta.

Y : Lalu Bapak suka telepon ke kampung nggak?

P : Tidak pernah.

Y : Udah berapa lama Pak kerja jadi pemulung?

P : Dua bulan.

R : Kenapa mau jadi pemulung, Pak?

P : Karena kerja susah. Ijazah ga punya. Jadi bisanya cuma kerja kayak gini.

Y : Memangnya Bapak mulung apa saja?

P : Aqua gelas dan botol.

R : Sehari bisa dapat berapa kilo?

P : 5 kilo.

Y : Satu kilonya berapa, Pak?

P : Tiga setengah. (Rp 3.500,00)

R : Jadi, pendapatan Bapak per hari berapa kalau boleh tahu?

P : Ga tentu. Biasanya sepuluh ribu.

Y : Itu pendapatan kotor atau pendapatan bersih?

P : Kotor.

R : Kalau bersihnya berapa?

P : Enam ribu.

Y : Pendapatan seperti itu cukup ga untuk kebutuhan Bapak sehari-hari?

P : Kalau cuma makan sih cukup.

R : Memang pengeluaran Bapak sehari-hari apa saja?

P : Hanya untuk makan.

Y : Pendapatan seperti itu ada sisa untuk ditabung tidak, Pak?

P : Tidak.

R : Lalu anak istri Bapak makan dari mana?

P : Orang tua saya bertani. Jadi mereka diurus oleh orang tua saya.

Y : Jadi, uangnya untuk Bapak sendiri?

P : Nggak. Saya mengirim uang dua atau tiga bulan sekali.

R : Kalau boleh tahu, berapa uang yang Bapak kirim?

P : Ga tentu. Tapi biasanya dua ratus ribu.

Y : Lho, uangnya dari mana? Bukannya tadi Bapak bilang uangnya hanya cukup untuk

makan?

P : Saya kerja sambilan juga. Kalau sampah lagi banyak di Matraman, saya jadi tukang

sampah.

R : Oh, jadi Bapak kerja sambilan juga. Lalu berapa pendapatan dari kerja sambilan itu?

P : Ya, kalau sampahnya lagi banyak, bisa sampai tiga puluh atau empat puluh ribu.

Y : Bisa nabung ga dari pendapatan kerja sambilan itu?

P : Bisa, dua puluh ribu per hari kalau sampahnya lagi banyak.

R : Kalau boleh tahu, Bapak makan apa sehari-hari?

P : Di warteg.

Y : Menunya apa , Pak?

P : Nasi, tempe, sayur.

R : Nggak pakai daging? Kuat, Pak? Bapak kan kerjanya berat.

P : Ya, kuat-kuatin.

Y : Bapak sehari makan berapa kali?

P : Kalau barangnya lagi dikit, saya makan sekali sehari. Kalau lagi banyak, bisa sampai tiga kali sehari.

R : Bapak mandi dan mencuci pakaian di mana?

P : Mandi di kali. Kalau pakaian dikasih orang.

R : Baju Bapak ada berapa?

P : Dua.

Y : Celananya juga dua?

P : Nggak, cuma satu.

R : Kalau pakaian dalam?

P : Cuma satu juga.

R : Bapak punya keluarga tidak di Jakarta?

P : Nggak.

Y : Lalu, Bapak tinggal di kolong jembatan sama siapa?

P : Sendiri.

R : Bapak mulung mulai dari jam berapa?

P : Jam tiga pagi saya udah mulai mulung.

Y : Pulangnya jam berapa, Pak?

P : Jam satu pagi.

R : Hah?? Ga capek, Pak? Bapak mulung ke daerah mana aja?

P : Dari Senen sampai Pondok Kopi.

Y : Naik apa?

P : Jalan kaki.

R : Setiap hari, Pak?

P : Iya, setiap hari.

Y : Bisa cerita ga, Pak, suka dukanya jadi pemulung?

P : Pernah saya diusir dan ditangkap dua kali sama tramtib. Kadang saya cari uang untuk makan aja susah.

R : Dipenjara, Pak? Di mana? Berapa lama?

P : Saya dipenjara 20 hari di Kedoya.

Y : Kalau Bapak punya uang, tabungan Bapak mau dibeliin apa?

P : Saya ingin pulang kampung dan membantu orang miskin dan pesantren yang ada di

kampung.

R : Ada pesan ga, Pak, buat saudara Bapak di kampung?

P : Jangan pergi ke Jakarta, di kampung aja bertani.

Y : Apa pendapat Bapak dnagn biaya yang semakin mahal?

P : Kalau boleh harga-harga diturunin.

R : Oh, makasih, Pak atas waktunya. Maaf menganggu.

Y : Makasih sekali lagi ya, Pak. Boleh foto dulu, Pak?

P : Oh, iya. Boleh, boleh.

R & Y : Makasih, Pak. Selamat pagi.

No comments: