Wednesday, May 7, 2008

Refleksi Lucy X6-19

Bapak Agus. Seorang pedagang sayur keliling sederhana yang merupakan tamatan SD. Walau demikian, ia tidak kalah dengan banyak lulusan sarjana di Jakarta yang malah menjadi pengangguran dan menjadi beban bagi orangtua mereka. Semangat Pak agus membuat saya kagum, apalagi semangat bekerjannya.Usianya sebenaranya masih belum terlalu tua yaitu 35 tahun, namun apa boleh buat. Jakarta merupakan kota keras di mana kesempatan emas masih langka. Pak Agus hanya bisa berjuang seadanya dengan sabar. Namun, entah dengan pengaturan uang yang bagaimana, ia sanggup menghidupi istri dan 2 orang anaknya. Hal ini juga merupakan salah satu pertanyaan bagi saya. Namun menurut saya, Pak Agus memang cerdik dengan memilih berjualan sayuran agar apabila tidak laku, sisa berjualan masih dapat digunakan di rumahnya sebagai bahan pangan keluarganya.

Setelah aku mengetahui tentang sebagian kecil riwayat Pak Agus dan keluarganya, saya merenung. Dalam sebulan, bahkan kebutuhan hidupku bahkan melebihi berkali-kali lipat dari penghasilan Pak Agus sehari-hari. Hal ini membuatku malu karena walau saya telah hidup dalam berkecukupan, bukannya berterima kasih kepada kedua orang tuaku yang memberikan semua itu, aku malah melawan mereka, dan kadang-kadang, dengan tidak tahu diri aku meminta sesuatu lebih dari seharusnya. Betapa durhakanya aku ini jika dipikir-pikir.

Saya renungi lebih jauh selama ini, saya juga sering menyalahkan Tuhan karena memberikan harta yang berbeda dari teman-teman. Kenapa kepunyaan mereka lebih bagus, sedangkan kepunyaanku sendiri kurasa jelek. Aku memang tidak bijaksana karena yang kupandang dan perhatikan hanya milik orang lain, bukan milikku sendiri. Coba saja aku perhatikan dan aku poles harta pemberian Tuhan padaku, pasti akan jadi harta terindah bagiku sendiri. Hal ini berlaku pula kepada orang lain.

No comments: